Gas 3 kilogram bersubsidi terlihat kosong (Foto: Istimewa)
SUARA INDONESIA, JEMBER- Sejak Ramadan lalu, warga di Jember, Jawa Timur, kesulitan mendapat gas elpiji bersubsidi. Kalaupun ada, harganya melonjak antara Rp 22 ribu hingga Rp 30 ribu per tabung 3 Kg.
Menanggapi hal itu, Humas Pertamina Patra Niaga Wilayah Jatim Balinus Taufiq Kurniawan menyarankan, agar konsumen langsung membeli ke pangkalan. Jangan ke toko pengecer. Karena di pangkalan ada jaminan sesuai harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 16 ribu per tabung. Sedangkan di toko pengecer, penjualan di atas HET sudah di luar tanggung jawab Pertamina.
Dia juga memastikan, setiap desa itu pasti ada pangkalan. Setidaknya ada empat pangkalan per desa yang bertanggung jawab melayani konsumen secara langsung sesuai HET. Taufiq meyakinkan, jumlah pangkalan itu cukup untuk melayani kebutuhan masyarakat di desa setempat.
Terlebih, jumlahnya melampaui ketersediaan SPBU yang melayani pembelian BBM, yang hanya ada beberapa lokasi saja di tingkat kecamatan. “Harusnya langsung membeli ke pangkalan. Jangan ke toko pengecer,” ucapnya.
Hanya saja, tak semua konsumen tahu di mana lokasi pangkalan di masing-masing desa. Terlebih, juga tidak ada layanan informasi yang bisa diakses secara langsung oleh warga tentang titik pangkalan di tiap desa. Masyarakat lebih gampang membeli di toko pengecer karena lokasinya dekat dan mudah ditemukan.
Ditanya terkait itu, Taufiq menyarankan agar menghubungi call center Pertamina di 135 atau 136. Layanan bebas pulsa ini disebutnya akan membantu konsumen untuk mengetahui di mana lokasi pangkalan terdekat.
Namun, ketika jurnalis suaraindonesia.co.id mencoba menghubungi layanan pusat panggilan itu, petugas call center tidak menyampaikan detailnya, hanya menanyakan identitas penelepon dan alamat desa, kecamatan dan kabupaten. Setelah ditunggu beberapa menit, tak ada lagi penjelasan yang diterima hingga sambungan telepon terputus. Apakah ada aplikasi khusus yang bisa diakses? Taufiq sampai kini juga belum meresponsnya.
Penelusuran media ini, warga yang tinggal di perdesaan, umumnya memang tak mengetahui di mana lokasi pangkalan gas elpiji. Apalagi, biasanya pangkalan tak hanya melayani konsumen secara langsung, tapi juga memasok ke toko pengecer. Sehingga stok di pangkalan kerap habis, meski gas melon itu baru dikirim oleh agen.
Samsul, warga Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, mengakui hal itu. Menurutnya, ia tak mengetahui di mana saja lokasi pangkalan di daerahnya. Setiap butuh gas melon, biasanya lelaki 47 tahun ini datang ke toko kelontong terdekat yang memang menjual elpiji.
“Kalau diminta membeli langsung ke pangkalan, seharusnya disediakan akses informasi di mana saja pangkalan itu berada. Biar kami tahu dan ikut mengawasi agar distribusi elpiji itu tak disalahgunakan,” ucapnya.
Dia pun menilai, apa yang disampaikan Humas Pertamina tersebut tak sesuai dengan realitas di bawah. “Harusnya turun langsung ke lapangan, biar tahu kondisinya seperti apa,” sarannya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta: Yuni Amalia
Editor: Mahrus Sholih