Bahrullah – 09 Juli 2024 | 22:07 – Dibaca 931 kali
Pendidikan Prof. M. Khusna Amal, Wakil Rektor I UIN KHAS Jember saat memberikan sambutan di acara pelepasan KKN di Pendopo Bupati Bondowoso (Foto: Bahrullah/suaraindonesia.co.id)
SUARA INDONESIA, BONDOWOSO- Mahasiswa Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) persemakmuran Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) Eks IAIN Sunan Ampel di Kabupaten Bondowoso. Program KKN kolaboratif yang melibatkan 9 PTKIN ini fokus terhadap tiga isu yang memang selama ini menjadi masalah nasional dan krusial, yang permasalahan ini juga terjadi di Bondowoso. Diantaranya isu stunting, kemiskinan ekstrim, dan tambahan isu tentang pernikahan dini.
Prof. M. Khusna Amal, Wakil Rektor I UIN KHAS Jember, menyampaikan, Mahasiswa KKN akan diarahkan agar menyesuaikan dengan isu-isu sosial, serta akan menyesuaikan dengan isu strategis yang ada di Kabupaten Bondowoso.
Prof. M. Khusna Amal, menjelaskan, Mahasiswa KKN akan fokus terhadap 2 isu strategis dan krusial, yaitu pengentasan stunting, penanggulangan kemiskinan ekstrim, serta tambahan sesuai dengan permintaan Pemkab Bondowoso berupa isu pengentasan pernikahan dini. “Kemiskinan ekstrim, stunting, dan pernikahan dini ini merupakan permasalahan yang cukup akut dan persoalan yang cukup krusial,” kata Prof. M. Khusna Amal di Pendopo Bupati Bondowoso, Selasa (9/7/2024).
Lebih lanjut, Prof. M. Husna Amal menyampaikan, Mahasiswa KKN akan diarahkan agar menyesuaikan dengan isu-isu sosial, serta akan menyesuaikan dengan isu-isu strategis yang ada di Kabupaten Bondowoso. “Kebetulan isu strategisnya ada 2, yaitu soal stunting dan kemiskinan ekstrim. Dua isu ini dipilih untuk menyelaraskan program strategis yang ada di Bondowoso. Kemiskinan ekstrim, stunting, dan pernikahan dini. 3 isu ini merupakan permasalahan yang cukup akut dan persoalan-persoalan yang cukup krusial,” ujarnya.
Menurut Prof. Husna Amal, KKN persemakmuran ini, nanti masing-masing Mahasiswa diharapkan bisa berkontribusi berdasarkan pengetahuan dan keilmuan yang mereka miliki. Misalnya, yang berasal dari bidang pendidikan, bisa berkontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan pada lembaga pendidikan yang ada di masyarakat. Sehingga harapan pemerintah untuk perubahan mindset bisa terjadi dan sedikit demi sedikit bisa tercapai. “Mahasiswa KKN ini memiliki peran strategis, selain itu juga diharapkan membangun literasi terkait dengan pentingnya untuk tidak menikah di usia dini, literasi untuk ibu-ibu memperhatikan kesehatan diri dan putranya,” tambahnya.
Pihaknya juga memberi pesan kepada Mahasiswa agar benar-benar memperhatikan buku pedoman KKN yang sudah dipersiapkan bagi mereka. Buku pedoman itu menjadi petunjuk langkah demi langkah terkait tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh Mahasiswa dalam melaksanakan KKN. Katanya, Mahasiswa juga harus intensif berkomunikasi dengan dosen pembimbing lapangan mereka. Ketika mereka mengalami kesulitan nanti bisa berkomunikasi, berkoordinasi, dan berkonsultasi pada dosen pembimbing mereka untuk mencari solusi. “Yang paling penting bagi Mahasiswa adalah tetap menjaga nama baik almamater, termasuk kode etik Mahasiswa, sehingga dalam pelaksanaannya mereka sesuai dengan aturan, pedoman, dan petunjuk yang telah kami persiapkan bersama,” tutupnya.
Ketua LP2M UIN KHAS Jember Dr. Zainal Abidin menjelaskan, program kerjasama 9 perguruan tinggi islam, berupa KKN Persemakmuran PTKIN Eks IAIN Sunan Ampel Surabaya ini dimulai sejak tahun 2017. “Waktu itu perjanjian kerjasama terjadi di Tulungagung, yang diawali melalui proses penandatanganan MoU atau penandatanganan surat perjanjian para rektor,” ujarnya.
Kata Dr. Zainal, program ini sudah berjalan selama 7 tahun. Tempat kegiatan KKN kolaboratif ini berganti-ganti. Tahun kemarin jatahnya milik UIN Maliki Malang, tahun ini sebagai tuan rumah UIN KHAS Jember, yang ditempatkan di Bondowoso. Dr. Zainal menjelaskan, KKN ini bagian dari pengamalan tri dharma perguruan tinggi. Di program ini setiap kampus mendelegasikan Mahasiswanya, lewat seleksi dengan kriteria memiliki wawasan kebangsaan yang bagus, wawasan keislamannya juga bagus, praktek tentang keagamaan juga bagus.
“Misalnya Mahasiswa laki-laki itu bisa memberikan hutbah, bisa melakukan perawatan jenazah, dan sebagainya,” tambahnya. Lebih lanjut, Dr. Zainal menjelaskan, untuk tahun 2024 menggunakan pendekatan konsep Asset Based Community Development (ABCD). Konsep ini berupa pengembangan masyarakat dengan melihat potensi aset yang dimiliki.
“Setiap dusun desa itu punya potensi masing-masing yang dimiliki dan bisa dikembangkan. Hanya saja terkadang masyarakat desa itu tidak tahu cara mengembangkan potensi yang dimilikinya,” ujarnya.
Di tahap pertama ini, menurut Dr. Zainal, Mahasiswa KKN perlu banyak melakukan akulturasi dengan cara menyesuaikan dengan budaya setempat, karena mereka berasal dari berbagai perguruan tinggi dan daerah. Dia mengatakan, Mahasiswa KKN dengan teori penelitiannya harus bisa menemukan apa saja potensi aset yang dimiliki oleh desa atau dusun, lalu mencari program-program yang dikehendaki oleh masyarakat.
Program yang dimaksud, adalah program Mahasiswa bersamaan dengan masyarakat dan program yang dipilih merupakan program yang prioritas, baru kemudian dilaksanakan, dievaluasi, dan ada tindak lanjut. “Jadi setiap minggu tahapan itu harus sudah selesai dan di ujungnya di hari terakhir baru pelaporan,” tambahnya.
Dia menjelaskan, bedanya KKN dulu dan saat ini, Mahasiswa tidak diharuskan untuk mengeluarkan dana, tapi bagaimana program itu disusun oleh Mahasiswa bersama masyarakat Desa, sehingga sumber daya manusia dan pendanaan dikeringkan dan difasilitasi oleh perangkat desa, melalui upaya menyandingkan dengan berbagai kemitraan yang bisa dijaring oleh masyarakat. “Masyarakat desa itu punya keterampilan dan juga keahlian yang semua ini bisa dijalin dengan kemitraan dan dikelola dengan banyak pihak, seperti perusahaan, pelaku usaha mikro, atau kegiatan usaha lainnya,” paparnya.
Menurutnya, Dua Isu besar yang dipilih dalam kegiatan KKN ini, karena isu stunting dan kemiskinan ekstrim merupakan masalah besar yang dihadapi oleh masyarakat. “Masalah ini tidak bisa diselesaikan sendiri, termasuk pemerintah kabupaten dan desa, masih banyak pihak yang perlu terlibat dalam masalah ini, di antaranya adalah perguruan tinggi,” ujarnya.
Kata Dr. Zainal, perguruan tinggi hadir menjadi bagian paling tidak mampu mengurai dan mengurangi angka kemiskinan ekstrim dan angka stunting. Menurutnya, stunting ini bukan hanya soal kemiskinan, tetapi soal mindset masyarakat. Bagaimana masyarakat membangun pola pikir hidup dengan sehat, termasuk kesadaran terhadap dampak dari pernikahan anak atau pernikahan dini juga perlu diketahui. “Pernikahan dini juga memiliki hubungan variabel yang juga berdampak pada kemiskinan dan berdampak pada stunting. Stunting, kemiskinan ekstrim, dan pernikahan dini ini merupakan masalah sosial yang saling terkait antara satu sama lain,” tutup Zainal.
Untuk diketahui, KKN Persemakmuran PTKIN Eks IAIN Sunan Ampel Tahun 2024 ini merupakan program kolaboratif. Program ini merupakan kerjasama dengan 9 perguruan tinggi islam mantan cabang IAIN Sunan Ampel Surabaya. Diantaranya, 1. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 3. IAIN Ponorogo, 4. IAIN Kediri, 5. UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, 6. UIN KHAS Jember, 7. IAIN Madura, 8. UIN Mataram, 9. UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda.
Tahun ini UIN KHAS Jember menjadi tuan rumah, yang kegiatannya diletakkan di Kabupaten Bondowoso di Kecamatan Grujugan, di 6 Desa (Desa Dawuhan, Kabupaten, Tegal Mijin, Grujugan Kidul, Taman, dan Wonosari). Enam desa itu terdapat 84 mahasiswa gabungan dari 9 PTKIN, termasuk UIN KHAS Jember. Tema yang diangkat “mewujudkan masyarakat yang unggul mandiri, mandiri, kreatif, dan moderat. Fokus pada 2 isu berupa pengentasan kemiskinan, stunting dan tambahan isu pengentasan pernikahan dini. *** » Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA Pewarta : Bahrullah Editor : Imam Hairon