Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani. (Foto: Muhammad Nurul Yaqin/suaraindonesia.co.id).
SUARA INDONESIA, BANYUWANGI – Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dan Pos Pelayanan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Banyuwangi, turut prihatin atas kejadian yang menimpa Fitriyah (37), PMI asal Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo.
Akibat jadi korban Pekerja Migran Indonesia yang ditempatkan secara non prosedural alias ilegal, Fitriyah diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya di Malaysia.
Dari kejadian tersebut, Fitriyah dipulangkan dengan kondisi memprihatinkan dari Malaysia, Minggu (30/6/2024) kemarin. Tubuhnya kurus kering, dengan tulang-tulang yang terlihat jelas di sekujur tubuhnya. Dia hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur, tidak berdaya.
Kejadian ini menggambarkan betapa bahayanya menjadi pekerja migran ilegal yang ditempatkan tanpa prosedur yang benar.
Bupati Ipuk menekankan pentingnya kesadaran masyarakat untuk memahami risiko-risiko yang terkait dengan menjadi PMI ilegal.
Menurut Ipuk, kasus serupa seperti yang menimpa Fitriyah sudah kerap terjadi. Sehingga diperlukan kerjasama seluruh pihak untuk mengantisipasi kejadian serupa tidak terulang.
“Kita harus bersama-sama menjaga agar tidak ada lagi warga kita yang menjadi korban. Penting bagi kita semua untuk memahami bahwa bekerja di luar negeri harus melalui jalur yang resmi dan prosedural,” kata Ipuk, saat dimintai keterangan, Rabu (3/7/2024).
Ipuk menyebut, pemerintah sudah melakukan tanggung jawabnya membantu korban untuk pulang dengan selamat ke kampung halaman. Pemerintah juga intens melakukan sosialisasi dengan menggandeng pihak terkait tentang bahaya PMI non-prosedural.
“Lagi-lagi yang perlu ditekankan adalah kesadaran masyarakat. Kami harap, masyarakat Banyuwangi yang ingin mencari nafkah di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia, ikuti jalur yang benar. Ikuti lembaga-lembaga yang direkomendasikan oleh Dinas Tenaga Kerja,” pinta Ipuk.
Koordinator P4MI Banyuwangi, Fery Meryanto memberikan gambaran mudah untuk membedakan lembaga penempatan PMI yang resmi dan tidak.
Untuk penempatan PMI resmi, sudah digambarkan secara gamblang sebelum mereka bekerja. Seperti majikannya siapa, kerjanya apa, hingga gajinya berapa.
“Tapi kalau unprosedural, mereka hanya dijanji-janjikan saja. Tanpa tahu majikannya siapa disana, gajinya siapa. Pasti bilangnya gajinya besar, majikannya enak. Itu sudah dipastikan unprosedural,” kata Fery.
Fery menyebut, kasus penempatan PMI ilegal di Banyuwangi cukup marak. Data P4MI mulai Januari-Juni 2024, tercatat ada 23 PMI non-prosedural yang sudah dipulangkan dari luar negeri.
P4MI Banyuwangi mengingatkan bahwa menjadi PMI ilegal tidak hanya berisiko pada keselamatan dan kesejahteraan pekerja, tetapi juga berdampak negatif pada keluarga yang ditinggalkan.
“Kami imbau agar lebih hati-hati. Terus, kalau ada tawaran dari orang-orang tidak jelas untuk kerja di luar negeri, lebih baik dipertanyakan lagi. Boleh tanya ke desa, atau langsung ke P4MI Banyuwangi terkait resmi tidaknya tawaran dari mereka,” ucapnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Muhammad Nurul Yaqin |
Editor | : Mahrus Sholih |