Insiden Tabrakan Kapal Filipina dan China di Laut China Selatan: Ketegangan Memuncak

by -56 Views

Redaksi
18 Juni 2024 | 23:06 Dibaca 59 kali

Berita
Ketegangan di Laut China Selatan: Insiden Tabrakan Kapal Filipina dan China

Tabrakan Kapal Filipina dan China. (VOA Indonesia)

SUARA INDONESIA, JAKARTA – Baru-baru ini, Laut China Selatan kembali menjadi sorotan internasional dengan terjadinya insiden tabrakan antara kapal pasokan Filipina dan kapal China.

Peristiwa ini menambah panjang daftar ketegangan di wilayah yang kaya akan sumber daya dan memiliki nilai strategis tinggi tersebut.

Kali ini, Suara Indonesia akan membahas kronologi kejadian, reaksi dari kedua belah pihak, dan implikasi lebih lanjut bagi kawasan.

Pada tanggal 17 Juni 2024, sebuah kapal pemasok Filipina mendekati kapal China di dekat Second Thomas Shoal dengan cara yang dianggap berbahaya oleh pihak China.

Insiden ini menyebabkan tabrakan kecil, namun tidak ada laporan mengenai korban cedera atau kerusakan parah pada kedua kapal.

Garda Pantai China menuduh kapal Filipina melakukan penyusupan ilegal ke perairan yang mereka klaim, sementara militer Filipina menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya “menipu dan menyesatkan.”

Garda Pantai China dalam pernyataannya menegaskan bahwa kapal Filipina mengabaikan peringatan keras yang telah diberikan.

Mereka menuduh kapal tersebut sengaja mendekati kapal China secara tidak profesional sehingga mengakibatkan tabrakan.

Sebaliknya, Xerxes Trinidad, kepala kantor urusan publik angkatan bersenjata Filipina, menegaskan bahwa tuduhan dari China adalah bagian dari kampanye disinformasi.

Ia juga menambahkan bahwa tindakan agresif dari China hanya akan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.

Insiden ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Laut China Selatan.

Selama berbulan-bulan, kedua negara telah saling menuding terkait berbagai manuver berbahaya di perairan tersebut.

Second Thomas Shoal, yang berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina, menjadi salah satu titik panas dalam konflik ini.

China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan, termasuk daerah yang juga diklaim oleh Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Brunei.

Klaim ini seringkali menimbulkan bentrokan antara kapal-kapal dari berbagai negara yang beroperasi di perairan tersebut.

China juga baru-baru ini memperbarui aturan yang memungkinkan garda pantainya menggunakan kekuatan maksimal terhadap kapal asing yang dianggap melanggar wilayah mereka.

Aturan ini memberikan otoritas kepada penjaga pantai China untuk menahan tersangka pelanggar hingga 60 hari tanpa melalui proses pengadilan.

Kebijakan ini tentu saja mendapat kecaman dari negara-negara yang memiliki klaim di Laut China Selatan, termasuk Filipina.

Ketegangan di Laut China Selatan tidak hanya berdampak pada hubungan bilateral antara China dan Filipina, tetapi juga pada stabilitas regional dan global.

Negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Asia Tenggara memantau situasi dengan cermat.

Mereka khawatir bahwa ketegangan yang terus meningkat dapat memicu konflik berskala lebih besar yang akan mengganggu perdamaian dan stabilitas di kawasan. (*)

ยป Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Redaksi
Editor : Mahrus Sholih