Sejarah Pemukiman Yahudi di Palestina: Bagian 5 – Waspada Online

by -201 Views

dan Ekspansinya yang Mengacau Perdamaian

Oleh:
H. Mohammad Said (Alm)

5. Liberalisme pintu keleluasaan Yahudi
Berbagai perkembangan sosial politik dalam abad ke-18 di Eropah selangkah demi selangkah menimbulkan semula dorongan bagi para pemikir untuk tiba pada gagasan bahwa manusia mempunyai hak sama tanpa mengindahkan kelahiran. Selama ini feodalisme telah menjadi penghambat adanya hak itu.

Pemikiran demikian menghasilkan fajar menyingsing bagai nasib orang-orang Yahudi yang sejak berabad-abad sudah disingkirkan, tepat masa dimulainya revolusi Perancis yang berjuang untuk Libertẻ, Equalitẻ, Fraternitẻ. Dewasa itu Ratu Perancis Marie Antoinette dipancung oleh “hakim rakyat”. (16 Oktober 1793). Dua tahun sebelumnya, yaitu September 1791 Majelis Wakil Rakyat Perancis memutuskan persamaan hak bagi semua warga negara, termasuk Yahudi.

Sedikitnya dewasa juga terlihat warna baru. Voltaire ahli filsafat/sejarawan Perancis (1694-1778), seorang yang dikagumi dan berhasil mempengaruhi lubuk pikiran/idaman masyarakat Perancis dari tulisannya dalam melancarkan jalannya revolusi Perancis, adalah seorang pembenci Yahudi. Montesquieu dan Rousseau, Mirabeau dan beberapa tokoh-tokoh lain menyesuaikan diri ke dalam pemikiran “baru” supaya liberalisme dimantapkan dan karuan tulisan seorang Yahudi Moses Mendelsshon di tahun 1781 berjudul “On the Civil Improvement of the Jews” memberi effek langsung menyeberang ke Amerika. Dalam tahun 1776 Amerika mengumumkan kemerdekannya dari Inggris, lalu dalam konstitusinya yang ditetapkan di tahun 1789 tersuratlah suatu teks yang menghendaki bahwa orang Yahudi pun memiliki hak dan priveleges sama seperti warga negara lain.

Dengan ditampilkannya hak sama bagi setiap warga (termasuk yahudi) maka bagi Yahudi di negara-negara bersangkutan terbukalah pintu untuk menjadi warga negara biasa, tidak lagi sebagai kumpulan manusia yang perlu dihalau (diaspora) atau disingkirkan.menyingkir sendiri (ghetto). Tegasnya mereka berhak mendapat perlindungan hukum sejauh sesuai dengan garis undang-undang.

Dengan begitu kesempatan membenahi diri secara terbuka bagi mereka mulai lapang, tidak kebetulan bahwa pada masa revolusi di dunia barat itu pihak-pihak yang membutuhkan dukungan mengincerkan perhatiannya kepada duit Yahudi. Misalnya di tahun 1799 ketika Napoleon Bonaparte mendorong masyarakat Yahudi supaya merestorasi Yerusalem, bukanlah sesuatu dorongan yang tidak ada latar belakangnya.

Anjuran Napoleon membangkitkan gagasan orang-orang Yahudi untuk memiliki kembali Palestina, suatu kesempatan yang rupanya masih terhalang, karena Napoleon sendiripun gagal untuk merampas negara orang sedangkan waktu itu Turki belum menjadi “the sick man in Europe” (si sakit di Eropah).

Di Amerika kedudukan mereka sejak semula sudah cukup baik. Kota New York tempat merekas memainkan investasi modal, semakin banyak orang-orang Yahudi yang kaya dan memegang peranan menentukan. Di tahun 1850 orang Yahudi masih 250.000 jiwa. Imigrasi yang membanjir terus menerus meningkatkan jumlah mereka di tahun 1880 menjadi 2 juta lebih. Jumlah ini kemudian menjadi 5 juta. New York sendiri dapat dikatakan sudah kota Yahudi.

Sejak tahun 1830 negara Belgi memberi hak sama kepada Yahudi. Kebebasan politik diberikan oleh Austria dan Hongaria kepada mereka. Di tahun 1849 di Denmark agama Yahudi diakui, disusul oleh Norwegia di tahun 1852. Di Inggris sejak tahun 1833 Yahudi sudah memperoleh kesempatan menjadi pegawai negeri. Seorang Yahudi kaya Baron de Rothschild dapat kursi anggota dewan Bangsawan (House of Lords), lalu di tahun 1890 segala fungsi apa juga boleh dipegang oleh orang Yahudi, kecuali hanya tahta Raja Inggris.

Keterbukaan Inggris terhadap Yahudi ini kemudian akan membayangi sikapnya beberapa waktu kemudian dalam menolong naiknya “harkat” Yahudi untuk memudahkan mereka masuk Palestina. Kebetulan dalam dunia ilmu (sciences) otak Yahudi cukup mampu mendapatkan hadiah Nobel. Mereka berhasil memainkan peranan politik seperti Disraeli. Juga dalam musik seperti Mendelssohn dan banyak lagi.

Begitupun di Rusia masing mengambang anti Yahudi, yang menonjol sejak zaman Caterine the Great (menjelang akhir abad ke-18) sampai dengan masa Nicolas II (1918). Latar belakangnya ialah bahwa orang-orang Yahudi di Rusia terdiri dari orang-orang mampu (golongan ekonomi kuat) yang kegiatannya senantiasa mengisap darah si kecil, terutama pak tani, golongan ekonomi lemah. Di awal abad ke-20 masa Raja Nicolas II berkecamuklah pengganyangan terhadap Yahudi, ketika mana raja sendiri menggalakkan dan membiayai aksi massal pengganyangan itu.

Namun, ketika pecah perang dunia ke-1 di mana Rusia kalah perang, timbullah revolusi, mula-mula menghasilkan pemerintahan liberal di bawah pimpinan Pangeran Lvov (April 1917), sejak itu Yahudi menikmati kebebasannya. Boleh jadi juga “duit” Yahudi turut meratakan jalan untuk kebebasan tersebut.

Tidak berapa pula kemudian Rusia dikuasai oleh golongan bolsheviks (komunis), pertukaran tersebut tidak merobah kebebasan bergerak warga Yahudi. Mungkin juga “hasil” ide Karl Marx, seorang Yahudi Jerman yang tinggal di Inggris, si pengarang “Das Kapital”, pembawa materialisme anti Tuhan, yang kemudian merupakan “kitab” kaum komunis. (Dengan penampilan Karl Marx pengembang sosialisme yang kemudian menjurus ke faham komunisme itu bolehlah pula dicatat bahwa Yahudilah punya gara-gara maka Lenin mengembangkan layar komunisme di dunia yang menentang ke-Tuhanan itu). (**)

Penulis adalah Tokoh Pers Nasional dan Pendiri Harian Waspada

BACA JUGA

SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 1)

SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 2)

SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 3)

SEJARAH LOLOSNYA YAHUDI KE PALESTINA (Bagian 4)

SEMS NAKOMELINGEN
(GeBIBBELWERKnesis X : 21 – 31)
Naar de kaart van HENRY LANCE in BUNSENS