Indeks Literasi Masyarakat Jember Merosot, Peringkat Kedua Terendah di Jatim

by -4 Views
Berita
Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat di Jember Jeblok, Nomor Dua Paling Bontot di Jatim

Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Al-Falah Assunniyyah (UAS) Jember, Dr. Asnawan. (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, JEMBER- Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) di Kabupaten Jember, sepertinya tidak menjadi prioritas di era kepemimpinan Bupati Jember Hendy Siswanto. Sebab, angka IPLM 2023 di kabupaten yang memiliki puluhan perguruan tinggi ini, menempati posisi kedua terbawah dari 38 kota/kabupaten di Jawa Timur dengan angka 37,67 poin. Jumlah itu hanya selisih 1,75 poin dari urutan paling bontot yang dipegang Kabupaten Probolinggo dengan 35,92 poin.

Bagaimana jika dibandingkan dengan tiga kabupaten tetangga lain seperti Bondowoso, Lumajang dan Banyuwangi? Otomatis Jember jauh tertinggal. Lumajang berada tujuh tingkat di atas Jember dengan 53,87 poin. Sedangkan Bondowoso dan Banyuwangi lebih melesat lagi. Keduanya menempati posisi 20 dan 17 di Jawa Timur dengan masing-masing mendapatkan 64,28 dan 65,58 poin. Data ini diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur yang dirilis pada 26 Februari 2024.

Sebagai informasi, IPLM adalah pengukuran terhadap usaha yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, dalam membina dan mengembangkan perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat untuk mencapai budaya literasi masyarakat.

Terdapat tujuh unsur pembangunan literasi masyarakat, yaitu pemerataan layanan perpustakaan, ketercukupan koleksi, ketercukupan tenaga perpustakaan dan tingkat kunjungan masyarakat per hari. Selanjutnya adalah jumlah perpustakaan ber-SNP, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi/promosi, serta anggota perpustakaan.

Dari tujuh unsur yang mendapat penilaian tersebut, Jember hanya cukup baik pada bidang pemerataan layanan perpustakaan yang menempati ranking 10. Sisanya jeblok. Bahkan untuk tiga unsur terakhir, seperti jumlah perpustakaan ber-SNP, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi/promosi, serta anggota perpustakaan, Jember menempati posisi paling bontot di Jatim.

Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Al-Falah Assunniyyah (UAS) Jember, Dr. Asnawan menilai, rendahnya IPLM di tersebut menjadi ironi di tengah banyaknya perguruan tinggi di kabupaten setempat. Dia melihat, selama ini pemerintah daerah memang tidak serius menguatkan pembangunan literasi masyarakat. Salah satu parameternya, karena belum ada upaya melibatkan kampus-kampus yang ada.

“Padahal perguruan tinggi di Jember ini hampir merata. Tak hanya di kawasan perkotaan, tapi juga di pinggiran kabupaten. Seperti kampus kami, letaknya ada di ujung selatan barat Jember, tepatnya di Kencong. Ini sebenarnya potensi yang bisa dikembangkan, karena dapat menjangkau masyarakat pinggiran,” jelasnya kepada Suaraindonesia.co.id, belum lama ini.

Sejatinya, Asnawan mengungkapkan, sebagai lembaga pendidikan tinggi, UAS tak tinggal diam dengan kondisi itu. Selain mengadakan kegiatan literasi yang digagas oleh kampus maupun mahasiswa, pihaknya juga pernah mengajukan armada untuk perpustakaan keliling ke Pemkab Jember. Namun upaya itu bagai gendang bertabuh sebelah. Pemkab bergeming.

“Kami bersama jajaran Rektorat UAS pernah bertemu Bapak Bupati Hendy Siswanto. Kala itu, kami mengajukan armada bekas milik pemkab yang sudah tak terpakai, seperti minibus, agar dihibahkan untuk perpustakaan keliling. Buku-buku dan tenaga biar kami yang menyediakan. Tapi usulan itu tak mendapat respons positif,” ungkapnya.

Asnawan menengarai, pembangunan literasi memang bukan prioritas program di era kepemimpinan Bupati Hendy. Suami Kasih Fajarini itu lebih memilih pembangunan infrastruktur dengan merenovasi alun-alun hingga beberapa kali. Sebab, pembangunan berwujud fisik dianggap lebih monumental ketimbang pembangunan literasi masyarakat. Wujud fisiknya dapat dilihat secara langsung.

“Ini artinya, Jember sedang tidak baik-baik saja. Karena pembangunan literasi masyarakat yang menjadi bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia, dianggap tidak lebih penting dari pembangunan alun-alun yang menelan biaya hingga miliaran rupiah. Padahal, di sisi lain, Jember memiliki jumlah perguruan tinggi terbanyak ketiga se-Jawa Timur, setelah Surabaya dan Malang. Kenapa tak diberdayakan?” pungkasnya. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Fathur Rozi (Magang)
Editor : Mahrus Sholih