Erlan Jaya, Kuasa Hukum Terdakwa Siskawati. (Amrizal/SUARA INDONESIA)
SUARA INDONESIA, SIDOARJO – Beberapa saksi dalam kasus OTT KPK yang melibatkan mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Mudhlor Ali, terkait pemotongan insentif ASN di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menyatakan bahwa tidak ada kerugian negara terkait pemotongan insentif mereka.
Terdakwa Siskawati, yang sebelumnya menjabat sebagai Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Dalam persidangan, mereka mengungkapkan bahwa dana insentif tersebut sudah masuk ke rekening pribadi masing-masing pegawai sebelum akhirnya dipotong dan diserahkan kepada tersangka Siskawati.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh beberapa saksi, termasuk Kabid Pajak Daerah Setya Handaka dan Ninik Sulastri, dalam sidang terdakwa Siskawati, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jalan Juanda Sidoarjo, Senin, 22 Juli 2024.
Ninik Sulastri, menjelaskan bahwa pemotongan insentif tersebut sepenuhnya berasal dari dana pribadi masing-masing pegawai yang telah menerima insentif sesuai dengan kinerja mereka.
Sementara, sebagian dari dana tersebut kemudian diberikan sebagai pemotongan insentif melalui pengambilan oleh masing-masing pegawai.
“Iya, pemotongan itu kami ambil dari rekening pribadi setelah insentif atau bonus kinerja masuk. Kami mengambil sesuai dengan nominal pemotongan yang kemudian diserahkan kepada terdakwa,” kata Ninik dalam persidangan.
Berdasarkan pengakuan para saksi tersebut, kuasa hukum terdakwa Siskawati, Erlan Jaya, menegaskan bahwa KPK memilih-milih dalam menangani kasus ini.
“Jaksa penuntut umum KPK dalam kasus ini hanya menetapkan tiga tersangka, padahal jelas banyak pihak yang terlibat,” tuturnya.
Selain itu, Erlan menegaskan bahwa tidak ada kerugian negara jika kita berbicara tentang hukum yang sebenarnya.
Masih menurutnya, jika KPK tidak ingin disebut memilih-milih, keterlibatan pihak lain juga harus diusut sesuai prosedur.
Terlebih lagi, ia menyebut bahwa banyak aliran dana yang mengalir ke beberapa instansi lain yang seharusnya turut ditindak.
“Pada prinsipnya, telah terjadi diskriminasi dalam kasus ini, yang sarat akan muatan politik,” ungkapnya.
Apalagi, Siskawati adalah pegawai eselon yang hanya menjalankan perintah pimpinan, dan sebelumnya juga ada pegawai lain yang melakukan hal serupa.
Ia menduga kasus pemotongan insentif BPPD ini menjadi pintu masuk urusan politik. “KPK harus berani menindaklanjuti sebuah kasus tanpa muatan apapun,” pungkasnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Amrizal Zulkarnain |
Editor | : Mahrus Sholih |