Moh.Ridwan
– 08 Juni 2024 | 18:06 – Dibaca 81 kali
Kabid Tata Bangunan dan Gedung PRKP Bangkalan, Nur Taufik. (Foto: Istimewa)
SUARA INDONESIA, BANGKALAN – Pemerintah Kabupaten Bangkalan belum sepenuhnya mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Capaiannya hingga bulan Mei hanya 54 persen atau kisaran Rp 430 juta.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP) Bangkalan melalui Kabid Tata Bangunan dan Gedung Nur Taufik menjelaskan, potensi penerimaan retribusi PBG di Kabupaten Bangkalan semakin meningkat. Pada tahun 2023 target PBG Rp 600 juta tercapai 430 juta sedangkan tahun 2024 target meningkat Rp 730 juta.
Pihaknya tetap realistis. Bagaimanapun, kebijakan baru seperti PBG masih perlu waktu agar dipahami masyarakat luas.
“Tahun ini, target retribusi PBG kembali ditambah. Pemkab memasang target sebesar Rp 730 juta. Naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 600 juta,” kata Nur.
Dia optimistis target tersebut dapat tercapai dengan berbagai upaya yang dilakukan. Seperti intensifikasi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang PBG, serta optimalisasi pelayanan permohonan PBG.
“Yang terealisasi masih sekitar Rp 430 juta. Kami optimis hingga akhir tahun bisa terealisasi,” harapnya.
Adapun besaran retribusi PBG sendiri, dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa atas penyediaan layanan dan harga satuan retribusi PBG. Misalnya saja, untuk rumah tinggal baru tipe 36, nilai retribusinya sebesar Rp185 ribu.
Nominal tersebut dihitung berdasarkan indeks lokalitas, Standar Harga Satuan Tertinggi (SHST), indeks terintegrasi, dan indeks bangunan gedung terbangun.
Menurutnya, pada dasarnya, semua bangunan yang dibangun di atas permukaan tanah, wajib memiliki PBG. Tujuannya agar masyarakat juga memiliki rumah sesuai standar bangunan gedung. Dengan adanya PBG, memproteksi sebuah bangunan agar memiliki kehandalan dan keselamatan.
Tak hanya itu, Sertifikat Laik Fungsi (SLF) juga dibutuhkan setelah bangunan selesai dibuat. Meskipun sebuah bangunan telah selesai dikerjakan, namun jika tidak memiliki SLF maka tidak diperkenankan beroperasi untuk apapun fungsinya.
“Biasanya yang mengurus PBG dan SLF dari awal ini developer perumahan dan bangunan instansi. Kalau kepemilikan rumah pribadi, mereka akan mengurus jika berkaitan dengan urusan perbankan,” jelasnya.
Mengapa urus SLF agar bangunan dikaji dan dianalisa baik struktur elektrikal dan arsiteknya. Ketika ditemukan tidak sesuai dengan standar aturan bangunan, tentunya dari pengkaji teknis akan memberikan hasil kajian teknis.
“Itu nanti muncul dalam berita acara. Bangunan ini kan untuk menjamin keselamatan. Maka kekurangannya akan muncul rekomendasi dari pengkaji teknis. Pemerintah hanya memfasilitasi, pengkaji teknis yang bekerja. Memang cost nya tinggi untuk pembayaran konsultan,” ungkapnya. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Moh.Ridwan |
Editor | : Mahrus Sholih |