Bahrullah
– 23 Mei 2024 | 11:05 – Dibaca 145 kali
Mashur Rizwan Tim Khusus (Timsus) DPP LSM KPK Nusantara (Foto Istimewa)
SUARAINDONESIA, BONDOWOSO- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Pemantau Korupsi (KPK) melihat penggunaan realisasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Kabupaten Bondowoso berpotensi dan rawan dijadikan bencakan.
Demikian disampaikan oleh Mashur Rizwan Tim Khusus (Timsus) DPP LSM KPK Nusantara, pada suaraindonesia.co.id, Kamis (23/05/2024).
Cak Mashur sapaan akrabnya mengungkapkan, banyak menemukan di lapangan tentang dugaan penyimpangan penggunaan dana BOS di lembaga pendidikan, baik SMK,SMA, SMP, dan SD Negeri.
Bahkan, dirinya menemukan dugaan salah satu lembaga sudah tidak ada siswanya. Namun tetap menerima dana BOS.
“Kami sudah melakukan investigasi dengan turun langsung kelapangan memadukan dan mengkroscek data yang kami punya dengan kondisi faktual, ternyata banyak potensi penyimpangan penggunaan dana BOS di Kabupaten Bondowoso. Bahkan kami temukan dugaan lembaga sekolah negeri yang sudah tidak ada siswanya, tapi tetap dapat dana BOS,” bebernya.
Cak Mashur menuturkan, kontro dinas terkait dan lembaga berwenang mensinyalir lemah, sehingga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di lembaga pendidikan disinyalir banyak melakukan potensi penyimpangan.
“Bentuk-bentuk penyimpangan berupa penggelembungan jumlah siswa, bahkan penambahan nama siswa, tapi fiktif untuk mendapatkan tambahan dana BOS,” ujarnya.
Dia melanjutkan, sesuai aturan, penggunaan dana BOS harus melibatkan atau setidaknya wali murid ikut mengetahui dengan memasang laporan keuangan di papan pengumuman sekolah.
Ternyata, dirinya telah mengutus anggotanya ke beberapa sekolah yang diduga tidak pernah ada dan memasang laporan penggunaan dana BOS di papan informasi sekolah.
“Ini patut diduga bahwa dana BOS ini disinyalir banyak disalah gunakan oleh oknum kepala sekolah yang tidak bertanggung jawab dalam penggunaannya,” ujarnya.
Dia menerangkan, dana tersebut bertujuan untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun (pendidikan dasar dan menengah).
Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan, bahwa pemerintah mengklasifikasikan dana BOS menjadi setidaknya 3 jenis, yaitu BOS Reguler, BOS Kinerja dan BOS Afirmatif.
Dana BOS Reguler adalah dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional rutin satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah.
Sementara, dana BOS Kinerja adalah dana yang digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang dinilai berkinerja baik.
Adapun dana BOS Afirmasi adalah program pemerintah pusat yang dialokasikan kepada satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah khusus yang ditentukan kementerian.
Daerah khusus yang dimaksud adalah daerah yang memiliki proporsi peserta didik penerima Program Indonesia Pintar lebih banyak; dan menerima Dana BOS Reguler yang lebih rendah.
“Dengan kata lain, Dana BOS Afirmatif ini ditujukan kepada sekolah-sekolah di daerah miskin dan tertinggal,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bentuk penyelewengan dana BOS dilakukan dengan berbagai macam modus operandi.
Katanya, yang paling sering dilakukan yaitu penggunaan dana BOS yang tidak sesuai peruntukan dan manipulasi laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS.
Ada pula sekolah yang mengabaikan peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan dalam mengelola dana BOS dengan dalih mempermudah. Namun ujungnya, kondisi ini dimanfaatkan untuk penyalahgunaan anggaran.
Pada beberapa kasus, dana BOS hanya dikelola kepala sekolah dan bendahara. Lalu sengaja dikelola tidak transparan, di mana sekolah tidak menyampaikan pemakaian dana BOS pada papan informasi.
“Dalih kurangnya dana BOS kerap menjadi kedok penyelewengan anggaran. Penambahan jumlah siswa yang tidak sesuai atau mark up dilaporkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah,” tutupnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : Imam Hairon |