Melintasi Desa Nelayan: Visi Nikson Nababan Untuk Kemajuan Sumatera Utara – Waspada Online

by -220 Views

Waspada.co.id – Sulitnya mendapatkan air bersih dan sampah berserak adalah gambaran umum tentang masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Seberang, Belawan.

Kondisi tersebut juga berbarengan dengan keterbatasan akses pendidikan bagi anak-anak. Hanya ada satu sekolah dasar di sana dan tidak ada tempat untuk melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama.

Hal ini hanya sebagian kecil dari fakta yang bisa ditemui oleh siapa pun yang mengunjungi perkampungan nelayan itu, yang berjarak sekitar 25 kilometer dari Pusat Kota Medan.

“Saya bertanya, ada 300 murid SD di sana. Kemana mereka melanjutkan sekolah setelah lulus?” Nikson Nababan terkejut saat mengetahui kenyataan itu.

Sebelumnya, Nikson Nababan tidak pernah bersentuhan langsung dengan masyarakat pesisir Belawan. Selama dua periode memimpin di Tapanuli Utara, daerah yang tidak memiliki wilayah laut, membuatnya jarang bersentuhan dengan pantai. Namun, hal itu tidak membuatnya kehilangan minat dengan dunia maritim.

Pada bulan Maret 2024, Nikson melakukan studi tentang pariwisata pesisir di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, dan Raja Ampat, Papua Barat. Di sana, ia menemukan kesadaran yang tinggi dari masyarakat terhadap kelestarian alam. Misalnya, ada denda bagi yang merusak terumbu karang.

Di samping itu, pemerintah di sana juga secara serius mendampingi mereka yang berkontribusi dalam meningkatkan pemasukan daerah dari sektor pariwisata. Hal ini berbeda dengan kondisi masyarakat usaha kecil dan mikro di Kampung Nelayan Seberang.

“Saya menemukan UMKM di sana, tetapi mereka tidak mendapat bantuan dari pemerintah walaupun sudah berdiri selama tiga hingga lima tahun. Hal ini hampir terjadi di sejumlah wilayah,” ungkap Nikson Nababan.

Nelayan di Belawan adalah pemasok ikan utama bagi Kota Medan dan sekitarnya. Namun, para pelaku UMKM di sana masih minim dukungan infrastruktur.

“Pelaku UMKM hanya menjual hasil tangkapan nelayan. Padahal, keberadaan nelayan di sekitar Belawan sangat penting untuk pasokan ikan bagi kota Medan dan sekitarnya,” tambahnya.

Nikson menegaskan bahwa pemerintah harus membantu para nelayan dan pelaku UMKM pesisir Belawan agar dapat berkembang dan membuka pasar dalam negeri.

Selain persoalan sampah, kelestarian mangrove dan terumbu karang juga harus dijaga di kawasan pesisir. Karena itu, tantangan terbesar adalah eksploitasi laut yang merusak ekosistem, yang tidak boleh terjadi di laut Sumatera Utara.

Dalam membangun perkampungan nelayan, hal utama adalah membersihkan daerah dari sampah dan menjaga kesehatan masyarakat. Diperlukan juga puskesmas yang memberikan layanan 24 jam dengan tenaga medis ASN.

Selain itu, infrastruktur yang layak juga menjadi prasyarat penting. Nikson sendiri merasa sulit dalam melakukan blusukan di Kampung Nelayan Seberang, yang memerlukan perjalanan dengan boat dari Pelabuhan Titi Panjang dan harus melewati titian papan untuk mencapai rumah warga.

Selain itu, Pemerintah Sumatera Utara juga perlu mengembangkan wisata terpadu antara daratan dan bahari. Danau Toba sudah terkenal sebagai destinasi wisata prioritas, namun pesona alam pegunungan harus dipadukan dengan wisata bahari.

Konektivitas yang memudahkan para wisatawan mengunjungi banyak tempat juga sangat diperlukan. Karena itu, konsep wisata bahari tidak hanya penting diterapkan di pantai timur Sumatera Utara, tetapi juga di pantai barat.

“Membangun kampung nelayan harus menjadi prioritas tanpa membedakan kawasan pesisir pantai timur dan pantai barat. Pemerintah provinsi harus membuat anggaran khusus untuk membangun kawasan bahari yang berkualitas,” tutup Nikson.