Kades di Jember Siap Adukan Media ke Dewan Pers dan Mengambil Langkah Hukum karena Merasa Dirugikan

by -119 Views

Magang – 09 Mei 2024 | 21:05 – Dibaca 4 kali Kepala Desa Ledokombo, Ipung Wahyudi, telah menunjukkan laman pengaduan Dewan Pers. (Foto: Istimewa) SUARA INDONESIA, JEMBER- Praktik reportase yang melanggar etika masih terus terjadi. Biasanya, berita yang dihasilkan minim verifikasi, cenderung menyerang dan tidak seimbang. Biasanya, praktik semacam ini terjadi di desa-desa. Sasarannya adalah kepala desa, dan juga proyek pembangunan di desa. Ipung Wahyudi, Kepala Desa Ledokombo, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengaku sebagai salah satu korban dari praktik reportase yang tidak sesuai etika. Ia merasa disudutkan oleh berita yang diterbitkan oleh salah satu media daring tentang proyek pembangunan tandon air dan pipanisasi di desanya. Informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta dan cenderung menuduh. Dia akan melaporkan media yang menerbitkan berita tersebut ke Dewan Pers dan akan mengambil langkah hukum. Terlebih lagi, media daring lokal yang beralamat di wilayah Jember utara tidak memiliki susunan redaksi yang seharusnya tercantum di portal berita. Penanggung jawab redaksi juga tidak ada. Sebenarnya, Ipung ingin mengirimkan hak jawab, tetapi bingung karena tidak ada email atau nomor telepon redaksi yang dapat dihubungi di website. “Saya ingin menjernihkan informasi yang diberitakan. Karena isinya mencurigakan,” ujarnya kepada sejumlah wartawan, Kamis (9/5/2024). Ipung mengungkapkan bahwa media siber tersebut memberitakan tentang proyek pembangunan tandon air dan pipanisasi di Dusun Sumbernangka, Desa Ledokombo. Berita yang diterbitkan pada Rabu 24 April 2024 tersebut menuduh adanya manipulasi anggaran proyek dan penganggaran ganda. “Saya merasa nama saya telah dicemarkan karena informasi yang disampaikan tidak benar. Salah satunya mengenai penganggaran ganda. Dana pembangunan proyek penyediaan air bersih untuk lebih dari seratus kepala keluarga dan dua masjid ini merupakan dana desa,” katanya. Sehari sebelum berita tersebut tersebar, Ipung mengaku pernah dihubungi melalui pesan WhatsApp oleh seseorang yang menyerupai wawancara. Namun, jawabannya tidak dimuat dalam berita. Dampaknya, dia merasa dirugikan karena informasi yang disajikan tidak seimbang dan cenderung tendensius. “Saya meminta orang yang mengirim pesan itu untuk bertemu dan klarifikasi, tetapi tidak pernah datang,” katanya. Pada hari yang sama, staf di kantor desa juga melaporkan bahwa ada seseorang yang mengajukan informasi publik pada Selasa 23 April 2024. Namun, pengajuan informasi proyek tandon dan pipanisasi tersebut disebutkan dalam berita sebagai langkah awal penyelidikan. Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, badan publik seperti pemerintah desa diberi waktu 10 hari untuk menyiapkan informasi sesuai permintaan. “Tetapi itu tidak terjadi. Informasi dikirim sore, besok sudah ditulis dalam berita sebagai langkah awal penyelidikan. Dari situ saja, sudah tampak sesuatu yang tidak benar,” katanya. Ipung juga merasa janggal dengan proses reportase hingga berita tersebut diterbitkan. Menurutnya, wartawan profesional seharusnya menyampaikan identitas kepada narasumber yang diwawancarainya, serta menyampaikan tujuan dari wawancara. Namun, itu tidak pernah dilakukan dalam kasus pemberitaan ini. “Setelah saya membaca dan berkonsultasi dengan orang-orang yang paham jurnalistik, proses peliputan yang dilakukan tersebut melanggar kode etik. Besok saya akan melaporkan media tersebut ke Dewan Pers untuk ditindaklanjuti,” jelasnya. Sebelum melaporkan hal tersebut, Ipung akan mengirim hak jawab ke kontak yang pernah menghubunginya. Jika hak jawab tersebut tidak diterbitkan dalam waktu 1×24 jam, maka dia akan mengirim surat aduan ke Dewan Pers dan jika perlu, akan melaporkan dan menggugat media tersebut secara hukum. Pak Hot, yang disebut sebagai narasumber dalam berita tersebut juga mengungkap bahwa dirinya tidak pernah diwawancara. Dia mengaku bahwa informasi yang dipublikasikan tidak sesuai dengan yang dia sampaikan, dan pernyataannya dipelintir. Dia juga mengklaim bahwa dua orang yang mengunjunginya sebelum berita tersebut muncul, tidak mengaku sebagai wartawan melainkan pemburu burung. Dia bersama Ketua Patriot AKS Jember akan melakukan klarifikasi dengan pemerintah desa dan akan menghubungi penanggung jawab redaksi media siber tersebut. Mereka akan mengirim surat somasi sesuai alamat kantor yang tertera di portal media tersebut sebagai langkah awal. Jika tidak ada klarifikasi maupun permintaan maaf terbuka, mereka akan melaporkan ke Dewan Pers dan menempuh jalur hukum. Informasi yang diperoleh wartawan menunjukkan bahwa media siber yang memuat berita dan pengurus LSM yang memberikan komentar dalam berita tersebut masih bekerja sama untuk mencari kesalahan kepala desa. Mereka tidak hanya memberitakan cela kepala desa, tetapi juga sering membuat laporan ke aparat penegak hukum. (*) ยป Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA Pewarta : Magang Editor : Mahrus Sholih