DPRD Tuban Menyebut Dinkes dan RSUD Salinrg Menyalahkan Masalah Warga Miskin yang Tak Bisa Berobat dengan SKTM hingga Berujung Meninggal

by -148 Views

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Tri Astuti, mengungkap bahwa Dinkes P2KB dan RSUD dr Koesma Tuban saling lempar soal polemik SKTM yang tidak bisa lagi dipakai sebagai syarat untuk berobat gratis warga miskin. Astuti meminta instansi terkait di lingkungan Pemkab Tuban seperti Dinkes P2KB dan RSUD dr Koesma Tuban duduk bersama selesaikan persoalan tersebut. Hal ini bertujuan agar kasus pasien dari keluarga miskin bernama Sukati (40), warga Desa Tegalsari, Kecamatan Widang, yang meninggal usai tidak bisa berobat lebih lanjut di RSUD dr Koesma Tuban menggunakan SKTM tidak terulang kembali.

“Perlu duduk bersama satu meja baik Dinkes, RSUD, Dinsos dan BPJS biar tidak saling lempar,” kata Tri Astuti menanggapi soal polemik SKTM yang tidak bisa dipakai untuk berobat, Rabu (8/5/2024). Politikus Partai Gerindra ini juga berencana memanggil para pejabat di Dinkes P2KB dan RSUD dr Koesma Tuban dalam waktu dekat. “Segera kita agendakan pemanggilan terhadap instansi terkait setelah libur,” ungkap Astuti.

Lebih lanjut, Astuti membantah pernyataan Kepala Dinkes P2KB Esti Surahmi yang menyebut dewan menyampaikan adanya praktek calo SKTM, sehingga warga tergolong mampu secara ekonomi bisa menikmati berobat gratis. “Tanya sumbernya dari mana, sebut nama. Di Komisi IV tidak pernah menyampaikan itu,” tegas Ketua Komisi IV DPRD Tuban yang membidangi soal pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.

Kronologi Polemik SKTM Tidak Bisa Dipakai di RSUD

Sukati (40), warga miskin asal Desa Tegalsari, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, mengalami sakit parah hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Pada 1 Mei 2024, ia dibawa ke RSUD dr Koesma Tuban dan sempat ditangani di ruang IGD. Karena kondisi yang sudah parah, Sukati harus menjalani perawatan lanjutan dan diminta untuk mengurus administrasi rumah sakit. Ketiadaan biaya membuat Samsir (45), suami pasien, menyodorkan SKTM kepada petugas rumah sakit, berharap semua biaya bisa ditanggung pemerintah.

Namun, petugas setempat menyatakan bahwa SKTM sudah tidak bisa digunakan untuk berobat gratis di RSUD dr Koesma Tuban. Samsir diminta mendaftarkan istrinya sebagai pasien umum. “Sudah tiga hari tidak sadar istri saya. Mau berobat di rumah sakit menggunakan SKTM ditolak,” kata Samsir. Beruntung, Kepala Desa Tegalsari Supriyono bersedia menanggung biaya perawatan Sukati sebagai pasien umum. Namun karena diduga terlambat dapat pengobatan lebih lanjut, Sukati meninggal dunia pada 2 Mei 2024 sekitar pukul 03.00 WIB.

Sebagai pasien umum, Supriyono menanggung semua biaya rumah sakit Sukati sebesar Rp 3 juta dari uang pribadinya. Direktur RSUD dr Koesma Tuban, Moh. Masyhudi, membantah pihak rumah sakit menolak pasien berobat dengan SKTM. Menurutnya, SKTM adalah administrasi awal, dan pihak keluarga pasien harus mengurus kembali surat pernyataan miskin (SPM) di dinas sosial setempat.

“Kita RSUD pemerintah tidak boleh dan tidak akan menolak warga miskin untuk berobat ke rumah sakit. Mungkin ada miskomunikasi,” kata Masyhudi. Masyhudi juga mengaku sementara waktu rumah sakit belum bisa menerima pasien dengan SPM karena dana SPM dari Pemkab Tuban sudah habis.

Kepala Dinkes P2KB Tuban, Esti Surahmi, juga menyebut bahwa Sukati meninggal bukan karena terlambat mendapat perawatan lebih lanjut di RSUD dr Koesma Tuban, melainkan karena kondisi pasien yang sudah parah saat dibawa ke rumah sakit. Esti mengakui bahwa warga Tuban yang kurang mampu tidak bisa lagi menggunakan SKTM untuk berobat gratis di RSUD dr Koesma Tuban sejak tanggal 1 Mei 2024 karena Pemkab Tuban telah menghapus program tersebut.

Esti menegaskan bahwa penghapusan program SKTM telah melalui pembahasan dan evaluasi semua pihak karena adanya penyalahgunaan SKTM yang membuat klaim pembayaran dana untuk SKTM yang dianggarkan di APBD membengkak.###